Mengubah
Paradigma Umat dalam Sains dan Agama, agar Tidak Saling Bertabrakan
Abad kian bertambah hingga mencapai permulaan abad
ke-21. Negara-negara maju mendominasi pertarungan diberbagai bidang terutama di
bidang sains dan teknologi. Mereka berlomba-lomba menciptakan teknologi
termutakhir sebagai ajang pembuktian siapa paling terdepan dan terbaru. Mereka
juga meracuni cara berpikir dan sejarah tentang bangsa lain, seolah-olah mereka
takut akan tergantikan oleh kekuatan yang sangat besar yaitu salah satu umat
tersolid didunia keagamaan yakni Islam. Secara sejarah, Islam pernah menggapai
gemeilangan dari berbagai bidang pada saat Dinasti Abbasiyah dengan ibu kota di
Baghdad, Irak. Generasi emas inilah yang menjadi cikal bakal para ilmuwan
Eropa, Amerika, China, dan negara-negara maju lainnya. Sehingga dapat kita
simpulkan bahwa Islam ialah induk dari segala kemajuan teknologi dan sains saat
ini.
Tapi lihatlah sekarang negara-negara Islam banyak
mengalami kemunduran bahkan adapula yang terbelakang serta porak-poranda akibat
ulah teknologi yang dibuat oleh negara-negara yang dianggap adikuasa saat ini
didunia. Umat hanya diadudomba ataupun hanya mempersoalkan hal yang dicuatkan
agar energi terkuras untuk hal-hal tersebut,
sehingga tidak sempat untuk memikirkan kemajuan teknologi dan sains.
Persoalan-persoalan perbedaan dalam beribadah menguras energi kita dalam
berabad-abad. Islamisasi sains sudah seharusnya dan sewajarnya kita lakukan
untuk mengembalikan kejayaan yang pernah kita raih enam abad lalu. Hal ini
didukung dengan kesadaran dan pemimpin umat Islam dalam mendukung terwujudnya
hal tersebut, baik dari sisi moril maupun finansial yang sudah semestinya
menjadi suatu keharusan untuk mewujudkan negara Islam yang maju dan terdepan.
Penguasaan sains adalah salah satu penopang dan syarat
agar negara-negara Islam didunia dapat menjadi setara dengan negara-negara maju
saat ini. Apa alasan yang mendasari bahwa penguasaan sains perlu dan wajib bagi
negara-negara yang mayoritas muslim? Alasan yang paling masuk akal ialah karena
negeri mayoritas muslim terkenal dengan kekayaan dan sumber daya alamnya yang
begitu melimpah sehingga perlu pengolahan yang tepat dan teknologi yang tepat
agar hasil yang didapatkan melimpah. Namun, kurangnya tenaga ahli dibidang
tersebut diperburuk dengan tidak adanya teknologi yang dapat mengolahnya
sehingga harus dikelola pihak yang lain, mulailah disini negeri adikuasa dan Barat
menawarkan bantuan untuk mengolah sumber daya alam negeri muslim yang sudah
pasti mengurangi pendapatan mereka jika dibandingkan negeri muslim itu sendiri
yang mengolah dan menjualnya.
Sekarang umat sedikit demi sedikit mulai terbuka
pemikirannya tentang agama sains yang sebenarnya kita punya konseptual basic
dalam sains dipedoman yang kita pegang. Rasulullah pernah mengatakan bahwa
tidak akan tersesat seseorang apabila dia telah memegang dua hal yaitu
Al-Qur’an dan sunnah. Kenapa Rasulullah mengatakan hal tersebut? Disanalah
jawabannya. Kegundahan akan kemunduran dan ketertinggalan kita dapat kita ganti
dengan kegemilangan, walaupun tidak hanya semalam kita menggantinya.
Sekaranglah saat yang tepat dimana kita mulai mengkader ilmuwan-ilmuwan muslim
yang baru, yang berbasis pemikiran dan landasan mereka adalah sains Qur’an .
Sebenarnya umat muslim saat dijelaskan kandungan sains
dalam Al-Qur’an mereka sangat tercengang dan mulai mempertanyakan banyak hal.
Sebenarnya inilah salah satu tanda bahwa umat muslim sudah mulai sadar dan
tertarik untuk mengkaji sains berbasis Al-Qur’an. Penelitian-penelitian yang
berbasis pada 750 ayat kauniyah, membuat peluang untuk melakukan riset terbuka
lebar. Dengan 750 ayat kauniyah juga bisa dibayangkan berapa ribu riset yang
akan dihasilkan dari 750 ayat kauniyah ini. Disisi lain kenapa berani
mengatakan ribuan riset? Karena jikalau kita melihat 150 ayat fiqih bisa
menjadi ribuan buku fiqih yang menjadi pegangan beribadah dan bermuamalah
sehari-hari. Perlunya sekolah-sekolah yang menangkap peluang membangkitkan
sains Islam ini juga diperlukan. Dakwahpun sekarang dapat memasuki zona yang
selama ini ditentang oleh para pengisi zonanya.
Selama ini, dinding pemisah antara sains dan agama terbentuk
setelah sains dipegang oleh orang Eropa dan Amerika. Dikarenakan rata-rata
agama mereka kristen dan didalam kitab mereka tidak ada ayat-ayat yang logis,
sehingga menjadikan mereka ateis (tidak memiliki agama) karena mereka terlalu
memikirkan menggunakan sisi akal mereka saja dan bagi akal mereka Tuhan itu
tidak logis sehingga mereka menuhankan akal dan otak mereka. Tapi tidak dengan ilmuwan
Islam yang taat, ketika mereka menemukan atau melihat keagungan Allah SWT dalam
penelitiannya, mereka teringat dan mengucap dzikir-dzikir dalam ucapannya.
Tidak hanya saat ini saja zaman ulama terdahulu juga ada pertentangan dan
membuat beberapa tafsir ada yang dimakzulkan atau tidak dipakai hanya karena
ulama ini memakai tafsir akal yang mungkin dapat memperbanyak temuan-temuan
tentang alam semesta dan seisinya seperti Fakhruddin Ar-Razi dalam kitabnya
Mafatih Al-Ghaib yang merupakan kita tafsir dengan corak ilmu rasional.
Terciptanya ilmuwan-ilmuwan sains berdasar Al-Qur’an dan
As-Sunnah memperbesar peluang untuk mengislamkan kembali sains yang sebelumnya
sudah eksis dan meredup yang digantikan oleh peradaban Barat. Mengubah
paradigma umat dan masyarakat luas bahwa agama Islam sebagai rahmatan lil
alamin dan sains berdampingan erat. Sehingga, mereka tidak perlu mengorbankan
salah satu diantara dua ilmu tersebut atau malah meninggalkan keduanya karena
ketidakpedulian mereka. Rantai pola paradigma yang sudah mengakar sejak lama
harus segera dihentikan dan diberikan solusi yang solutif dan komprehensif.
Sehingga dapat dilakukan secara bertahap dan tidak terlihat mengganggu ketika
disuntikkan kekurikulum sekolah-sekolah yang diharapkan dari sanalah tercipta ilmuwan-ilmuwan
muslim baru. Tidak hanya pelajar, namun orang tua dari bibit ilmuwan muslim ini
harus diberikan pengertian tentang sains yang dibahas dalam sudut pandang
keagamaan.
Kembalinya kejayaan dan kegemilangan umat muslim
diperadaban manusia tidak hal yang mudah dan instan diperlukan kematangan
sosial, ekonomi, pertahanan, dan politik untuk memperkuat daya tahan dari
peradaban yang akan atau sedang digapai kembali ini. Sains bukan satu-satunya
namun salah satu kunci untuk menggapai islam yang berkemajuan. Agama sebagai
pengokoh dan pentunjuk serta landasan dalam berpikir yang membuat kita tidak
liar dalam berpikir hakikat alam dan jagat raya. Sains sebenarnya tidak
dibenci, namun ditakuti karena akan membuat orang mempelajarinya berpikir liar
tentang Allah SWT, malaikat, dan lain-lain. Tapi sebenarnya ketika pengetahuan
sains yang dipadukan dengan basic agama yang baik akan menghasikan
ilmuwan-ilmuwan yang luar biasa dan karena landasannya terhadap Al-Qur’an dan
As-Sunnah tidak hanya mengungkap misteri, namun dapat menggetarkan hati
non-muslim yang awam dengan ajaran islam yang sebenarnya.
Posting Komentar